Pencitraan di depan kamera CCTV bank milik asing. Siapa mau bergaya ?
Sebagian mereka melayani demi kesan di kamera ( yang dipantau majikan/ atasannya ). Bukan dari hati. Jika punya jiwa preman, terkamuflase sementara dengan sikap dibuat-buat. Perilaku mengintimidasi tetap muncul dalam bentuknya yang lain. Saya baru tahu, satpam lahir dari beragam jasa pengamanan yang kini marak ditenderkan. Konsumennya cenderung cari yang paling murah, bukan yang paling berkualitas. Karena proses izin ( usaha pengamanan ) relatif mudah, mereka banting harga. Balapan dapat proyek. Mengerikan, jika jasa pengamanan menjadi industri. Profit making. Amburadul tanpa kontrol. Jadi, jangan terlalu berharap bertemu satpam yang melayani anda dengan hati ( anda cuma sarana pencitraan dia di depan bosnya, yang kini lebih banyak dipegang orang asing/ kepemilikan saham mayoritas ). Apalagi, satpam yang sanggup melumpuhkan perampok, seperti sekuriti di luar negeri ( bayar cepek, kok, pengen aman ). Please, deehh .
Membayarlah yang pantas untuk pengamanan berkualitas.
Dengan terjadi kasus perampokan besar di beberapa tempat di tanah air akhir2 ini, jasa pengamanan satpam dan pihak bank yang menyewanya didaulat untuk memperbaiki sistem perekrutan satpam. Kualitas lebih penting demi keselamatan nasabah dan karyawan. Security approach lebih penting daripada harga. Beranilah membayar yang pantas. Wahai, bapak satpam, pertajamlah sense ( kepekaan ) intelijen anda. Satpam bersuku Jawa yang sarat unggah ungguh bahasa mungkin kurang bisa mencermati gerakan orang Batak. Jadi, perlu dilihat lokasi penempatan yang sesuai. Bank di Medan, sebaiknya menggunakan satpam asal Medan juga. Lebih bagus lagi, dari warga sekitar. Pengamanan berlapis 24 jam akan diperoleh dari warga sekitar yang lebih tahu siapa pendatang dan siapa yang residivis. Siapa yang suka ngutil. Warga juga berkepentingan terus berlangsungnya pekerjaan anggota komunitas mereka yang ditempatkan di bank tsb, sehingga keamanan bank mereka jaga ekstra.
Cara pendekatan juga diubah, jangan fisik saja. Pendekatan office kurang baik. Hubungan perusahaan/ bank dengan masyarakat sekitar harus dibina. Perlu dilakukan juga, simulasi perampokan di bank. Terutama orang2 yang ada di ruang depan, dilatih untuk mengantisipasi perampokan, atau menggagalkan tindak kriminal tsb. ( di serial film teve asing, saya pernah melihat teller dengan ujung sepatunya di bawah meja menekan alarm bahaya yang langsung tersambung dengan kantor polisi. Apakah di Indonesia, ada yang begitu ? ).
Ada nomor hotline di Medan : 0811648978. Anda bisa melaporkan info sekecil apapun tentang kejahatan perampokan. Cermati lingkungan anda, adakah keganjilan yang mengganggu insting anda ? Beritahu apa yang anda lihat, yang anda alami ( jangan mengatakan ‘o, pak, orang itu mau mencuri !’, jangan menfitnah atau menghakimi ). Sampaikan ke polisi terdekat ( atau telpon call center polisi ). Polsek ( tak perlu sampai Polrestabes ) agar anda segera terlayani. Diusahakan 10 menit polisi sudah sampai ke TKP ( Tempat Kejadian Perkara ). Semua mobile.
Di Inggris dan Jepang, ada program suami-istri yang polisi, tinggal di suatu lingkungan permukiman, tidak kemana-mana. Ngantor di situ, menyiapkan rumah seperti kantornya, membina masyarakat dengan cara kekeluargaan. Dengan kedekatan itu, info sekecil apa pun akan masuk, potensi bahaya akan cepat terdeteksi. Namun, meski di Indonesia ; 7,5 juta orang menganggur, 100 juta orang miskin, keamanannya masih cukup baik dibanding Afrika. Di sana, meski semua sudah dipasangi listrik, kejahatan masih banyak terjadi. Di Indonesia, kita masih bisa main gaplek dalam keadaan pintu terbuka. Di Filipina, dalam sehari terjadi 10 penculikan. Tapi, dengan Singapura dan Malaysia, tingkat keamanan kita memang masih kalah..
so bagaimana...??
Ditulis oleh Savitri
24 Agustus 2010 pada 16:28
24 Agustus 2010 pada 16:28
Tidak ada komentar:
Posting Komentar